ULD Gelar Sosialisasi ke GPK Tentang Hasil Pemeriksaan Psikologi Siswa Berkebutuhan Khusus
Yogyakarta - UPT Layanan Disabilitas (ULD) dan Resource Center Bidang Pendidikan Kota Yogyakarta menggelar sosialisasi Hasi Pemeriksaan Psikologi (HPP) kepada Guru Pembimbing Khusus (GPK) di kantor ULD, Mergangsan, Kota Yogyakarta, Rabu, 11 Mei 2022. Kepala ULD Drs. Aris Widodo, M.Pd., mengatakan sosialisasi HPP ini guna menjawab pertanyaan dari para GPK soal hasil assesment siswa SD beberapa waktu lalu.
“Kami beri pengertian ke GPK soal orang tua murid yang mempertanyakan HPP yang tidak dituliskan skornya,” ucap Aris kemarin.
Sebelumnya, ULD melakukan assesment terhadap 200 siswa SD di Kota Yogyakarta pada Februari hingga April 2022. Hasil tes tersebut mencatat ada 160 siswa SD terbukti berkebutuhan khusus dan dapat mengikuti seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jalur afirmasi. Dari 160 siswa berkebutuhan khusus tersebut, ada 30 anak yang skornya tidak ditulis dalam laporan HPP. Hal ini menimbulkan pertanyaan dari para orang tua murid 30 siswa tersebut ke GPK tentang skor kuantitaif HPP anak mereka.
Aris menjelaskan ada kebijakan khusus dari ULD tentang para siswa berkebutuhan khusus yang skor kuantitatifnya tidak ditulis dalam HPP. Siswa berkebutuhan khusus yang skornya tak ditulis beberapa di antaranya memiliki nilai yang rendah di bawah rata-rata dan masuk ke kategori disabilitas intelektual. Menurut Aris, jika skor ini ditulis dalam HPP maka cenderung akan membuat para orang tua murid beracuan pada skor.
“Itu nanti bisa menimbulkan kesalahpahaman. Skor itu hanya indikator, kalau nilai yang terlalu rendah itu ditulis cenderung dapat label buruk bahwa anak tersebut sudah tidak bisa apa-apa. Padahal, tujuan kami bagaimanapun tetap ke pengembangan potensi siswa tersebut,” kata Aris.
Psikolog ULD, Itsna Duroti Layyinatus Syifa, M.Psi., Psikolog, mengatakan tujuan skor HPP tak ditampilkan yakni agar orang tua dan guru bisa fokus membantu anak dalam mengembangkan potensinya. Selain itu, kata wanita yang akrab disapa Ayyin ini, ada persoalan etika pula untuk tak menuliskan skor tersebut. “ULD sebenarnya memiliki catatan skor itu tetapi yang diberikan ke sekolah yang tak dituliskan skornya. Ini agar kita bisa fokus dalam mengembangkan potensi anak,” tutur Ayyin.
Ayyin menjelaskan pada dasarnya alat tes kognitif yang digunakan dalam assesment ada beberapa macam. Beberapa alat tes kognitif ini, kata Ayyin, memiliki perbedaan dan ada yang memang tidak memiliki hasil skor kuantitaifnya. Alat-alat tes ini ada yang hanya menunjukkan grade sebagai hasil tes. “Kenapa alat tes ini beda-beda ya karena tujuannya juga berbeda-beda dengan melihat kondisi anak juga,” ucap Ayyin.
Adapun, psikolog ULD, Raras Pramudita M.Psi., Psikolog, mengatakan ULD selalu menyiapkan dua alat tes untuk assesment para siswa berkebutuhan khusus. Dua alat tes tersebut ada yang mencatatkan skor IQ dan ada yang tidak memiliki skor. “Biasanya kami pakai yang verbal yang memiliki skor IQ, namun jika anak sedang tak merespon atau lelah, kami pakai tes non verbal yang tidak menampilkan skor,” tutur Raras.
(Syafiul Hadi ULD)