ULD Gelar Workshop Adaptasi Kurikulum Merdeka untuk ABK

Yogyakarta - UPT Layanan Disabilitas (ULD) Bidang Pendidikan dan Resource Center menyelenggarakan Workshop Adaptasi Kurikulum Merdeka untuk jenjang SMP di Kota Yogyakarta. Kepala ULD Drs. Aris Widodo, M.Pd., mengatakan workshop ini dilaksanakan sebagai bekal guru dan sekolah dalam beradaptasi dengan Kurikulum Merdeka yang tengah diterapkan secara bertahap.

“Intinya bagaimana kami menyiapkan para guru di sekolah itu dalam melaksanakan Kurikulum Merdeka untuk anak berkebutuhan khusus,” tutur Aris di kantor ULD, Keparakan, Mergangsan, 30 Agustus 2022.

Workhsop Adaptasi Kurikulum tingkat SMP ini dilaksanakan pada 23-25 Agustus 2022. ULD mengundang 21 SMP negeri maupun swasta di Kota Yogyakarta dengan masing-masing sekolah mengirimkan tiga perwakilannya yakni guru mata pelajaran, guru bimbingan konseling, dan guru pendamping khusus. Adapun, penyampaian materi selama tiga hari diisi oleh narasumber dari Prodi Pendidikan Luar Biasa (PLB) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yakni Pujaningsih, Ed.D., Aini Mahabbati, S.Pd., M.A, dan Rendy Roos Handoyo, S.Pd., M.Pd. Sebelumnya, ULD juga telah melaksanakan workshop ini untuk tingkat SD pada 26-28 Juli 2022.

Aris mengatakan sebenarnya Kurikulum Merdeka ini sudah sejalan dengan sistem pendidikan inklusif yang dilaksanakan oleh sekolah-sekolah penyelenggara pendidikan inklusi (SPPI) di Yogyakarta. Namun, kata dia, perlu ada pembekalan lagi kepada guru dan sekolah tentang bagaimana kurikulum teranyar ini mewadahi anak berkebutuhan khusus dalam proses belajar mengajar.

“Meskipun pada prinsipnya sama, tapi persiapan dan penyesuaian tentang perubahan kurikulum ini penting karena biasanya setiap ganti kurikulum guru berpikir negatif bahwa akan sulit akan ribet padahal tidak,” kata Aris.

Menurut Aris, para guru tidak perlu khawatir dengan pergantian kurikulum ini. Kurikulum merdeka, kata dia, sudah mirip dengan pendidikan inklusi yang mana memiliki tiga sasaran yakni anak mengalami hambatan belajar, anak normal atau rata-rata, maupun anak dengan grade tinggi. “Berarti Kurikulum Merdeka ini sudah mengakomodir dan mewadahi anak berkebutuhan khusus tadi, di mana ada tingkatan rendah, sedang, dan tinggi,” ucap Aris.

Aris menjelaskan Kurikulum Merdeka juga memiliki kesamaan lain dengan pendidikan inklusi yang selama ini diterapkan yakni terkait asesmen siswa. Dalam pendidikan inklusi yang memodifikasi kurikulum 2013, ada kebutuhan asesmen untuk anak berkebutuhan khusus guna mengetahui potensi dan kemampuan anak. Hal ini, kata Aris, juga akan diberlakukan di Kurikulum Merdeka kepada setiap anak.

“Di kurikulum baru ini harus ada yang namanya asesmen diagnostik untuk mengetahui kemampuan dan kesiapaan belajar anak untuk menentukan strategi pembelajaran mereka,” ucap Aris.

Kurikulum Merdeka pertama kali diluncurkan pada Februari tahun ini oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim. Rencananya, kurikulum ini akan diterapkan secara bertahap selama tiga tahun penyesuaian pada 2022 hingga 2025. Pada tingkat SD di tahun pertama, uji coba akan dilakukan pada kelas 1 dan 4, serta akan meningkat untuk kelas lainnya di tahun-tahun berikutnya. Sedangkan pada tingkat SMP, penerapan kurikulum langsung menyasar ke kelas 7,8, dan 9 sejak tahun pertama.

Syafiul Hadi