Kurikulum Merdeka Disebut Cocok untuk Anak Berkebutuhan Khusus
Yogyakarta – Kurikulum Merdeka yang tengah diterapkan dalam sistem pendidikan di Indonesia disebut dapat mewadahi seluruh peserta didik termasuk anak berkebutuhan khusus (ABK). Kepala UPT Layanan Disabilitas (ULD) Bidang Pendidikan dan Resource Center Drs. Aris Widodo, M.Pd., mengatakan bahwa Kurikulum Merdeka ini sejalan dengan pendidikan inklusif yakni pendidikan yang mengakomodir apapun latar belakang anak termasuk ABK.
“Semakin dikuatkan bahwa kurikulum yang terbaik itu ya seperti kurikulum inklusif. Semua anak dididik sesuai dengan potensinya,” ucap Aris di kantor ULD, Mergangsan, Yogyakarta, Rabu, 31 Agustus 2022.
Kurikulum Merdeka telah ditetapkan menjadi kurikulum nasional oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim pada awal Februari tahun ini. Rencananya, kurikulum ini akan diterapkan secara bertahap selama tiga tahun penyesuaian pada 2022 hingga 2025. Di tingkat SD, uji coba akan dilakukan untuk kelas 1 dan kelas 4 pada tahun pertama disusul tingkatan kelas lain pada dua tahun berikutnya. Sedangkan pada tingkat SMP, penerapan kurikulum langsung menyasar kelas 7,8, dan 9 mulai tahun pertama.
Aris mengatakan Kurikulum Merdeka telah memiliki sifat pendidikan inklusif dalam pengaplikasian pembelajarannya. Salah satunya yakni dalam elemen kesiapan belajar, kurikulum mewajibkan adanya asesmen diagnostik. Asesmen diagnostik ini merupakan tes awal untuk melihat kemampuan anak dan kesiapan belajar mereka. Dari dugaan kemampuan belajar tersebut nantinya akan disiapkan strategi belajar untuk masing-masing anak. “Intinya Kurikulum Merdeka itu mendidik anak sesuai dengan potensi mereka,” tutur Aris.
Dalam implementasi Kurikulum Merdeka, ULD setidaknya telah melaksanakan Workshop Adaptasi Kurikulum untuk tingkat SD dan SMP se-Kota Yogyakarta. Lokakarya ini bertujuan mempersiapkan sekolah dan guru-guru untuk menerapkan Kurikulum Merdeka terutama pada ABK. Para guru yang mengikuti kegiatan ini merupakan pengajar yang menaungi ABK di sekolahnya seperti guru pendamping khusus (GPK), guru bimbingan konseling (BK), serta guru wali kelas atau guru mata pelajaran.
Aris mengatakan adaptasi Kurikulum Merdeka ini dapat terlaksana dan mencapai target dengan penerapan yang baik oleh sekolah dan guru-gurunya. Penyelenggaraan Workshop Adaptasi Kurikulum ini ditujukan untuk menyiapkan para guru dalam penerapan kurikulum untuk ABK. Meskipun, kata Aris, masih banyak sekolah dan guru yang memandang adaptasi kurikulum merupakan hal yang sulit dilakukan.
“Meskipun pada prinsipnya sama, tapi persiapan dan penyesuaian tentang perubahan kurikulum ini penting karena biasanya setiap ganti kurikulum guru berpikir negatif bahwa akan sulit akan ribet padahal tidak,” kata Aris.
Menurut Aris, para guru tidak perlu khawatir dengan pergantian kurikulum ini. Sebab, kata dia, Kurikulum Merdeka sudah mirip dengan pendidikan inklusi yang mana memiliki tiga sasaran yakni anak mengalami hambatan belajar, anak normal atau rata-rata, maupun anak dengan grade tinggi. “Berarti Kurikulum Merdeka ini sudah mengakomodir dan mewadahi anak berkebutuhan khusus tadi, di mana ada tingkatan rendah, sedang, dan tinggi,” ucap Aris.
Syafiul Hadi