Tingginya Kesadaran Masyarakat Yogyakarta terhadap Pendidikan Harus Didukung dengan Menyelaraskan Sistem Demi Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Siswa

SIARAN PERS

Yogyakarta, 22 November 2022 — Bekerja sama dengan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kota Yogyakarta, Program RISE di Indonesia (RISE) menyelenggarakan acara diseminasi (workshop) hasil studi dengan tajuk “Belajar dari Inovasi Kebijakan Pendidikan di Kota Yogyakarta". Acara ini menyampaikan hasil beberapa studi RISE kepada pemangku kepentingan yang terlibat dalam studi, seperti dinas pendidikan, kepala sekolah, orang tua siswa, serta pemangku kepentingan di bidang pendidikan lainnya di Kota Yogyakarta. Workshop ini diharapkan dapat mendorong diskusi lebih lanjut tentang inovasi kebijakan pendidikan di Kota Yogyakarta yang dapat menjadi pembelajaran bagi kota/kabupaten sekitar.

Kota Yogyakarta merupakan salah satu daerah yang menjadi Laboratorium Pembelajaran RISE. Ada tiga studi yang RISE lakukan di kota ini, yaitu studi dampak kebijakan penerimaan peserta didik baru (PPDB) berbasis zonasi terhadap hasil pembelajaran siswa, hasil pembelajaran siswa selama pandemi COVID-19, dan studi yang mempelajari pengaruh kondisi sosial budaya terhadap inovasi kebijakan pendidikan di tingkat kabupaten/kota.

Dalam pembukaan acara, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Sekretariat Daerah Kota Yogyakarta Drs. Yunianto Dwi Sutono menyampaikan bahwa hampir dua tahun siswa SD dan SMP tidak sekolah karena pandemi. Oleh karena itu, dirinya sangat menantikan penyampaian hasil penelitian dan rekomendasi-rekomendasi dari RISE untuk peningkatan pendidikan di Kota Yogyakarta.

Penerapan Kebijakan PPDB Zonasi Memiliki Dampak yang Berbeda-Beda terhadap Hasil Pembelajaran Siswa di Yogyakarta

Sejak 2018, Pemerintah Kota Yogyakarta mulai menerapkan kebijakan penerimaan peserta didik baru (PPDB) berbasis zonasi sesuai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 17 tahun 2017. Hal ini dilakukan demi pemerataan akses layanan pendidikan agar setiap anak punya peluang yang sama untuk masuk sekolah negeri sehingga tidak ada lagi sekolah unggulan. Setelah penerapan kebijakan zonasi, penerimaan siswa di SMP negeri tidak lagi berdasarkan nilai kelulusan SD, melainkan merujuk pada jarak domisili siswa ke sekolah negeri terdekat. RISE melakukan studi untuk melihat bagaimana pengaruh perubahan akses ke sekolah negeri tersebut terhadap hasil pembelajaran siswa SMP negeri di Yogyakarta.

Pascapenerapan PPDB zonasi, komposisi siswa SMP negeri di Yogyakarta menjadi lebih beragam. Hasil studi RISE menunjukkan bahwa siswa yang kini tidak dapat mengakses sekolah negeri serta siswa yang selalu dapat mengakses sekolah negeri mengalami penurunan skor belajar yang signifikan. Sementara, siswa yang dapat mengakses sekolah negeri setelah adanya kebijakan zonasi mengalami peningkatan skor belajar, namun tidak terlalu signifikan. Peneliti RISE, Delbert Lim, mengatakan, dalam melakukan analisis, timnya juga melihat kemungkinan variabel lain yang dapat menyebabkan perubahan pada hasil pembelajaran siswa setelah kebijakan zonasi diterapkan. Namun, korelasi yang paling kuat ditunjukkan oleh perubahan-perubahan yang disebabkan oleh kebijakan zonasi. Selain itu, berdasarkan hasil pembelajaran siswa dapat dilihat pula bahwa hanya sebagian sekolah yang mampu beradaptasi dengan perubahan karakteristik siswa pasca kebijakan zonasi.

Menanggapi hasil studi ini, Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kota Yogyakarta, Budi Santosa Asrori, S.E., M.Si., mengatakan bahwa pemerintah berkomitmen untuk selalu menjaga mutu pendidikan di wilayahnya. Meski terjadi perubahan pada sistem PPDB di Yogyakarta, namun, pemerintah akan mengupayakan agar hal tersebut tidak memengaruhi kualitas pendidikan di Yogyakarta. “PPDB zonasi juga bisa menjadi salah satu strategi untuk menjaga mutu pendidikan,” ujar Budi. Selanjutnya, ia juga menambahkan, bahwa langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah memberikan dukungan yang dibutuhkan guru-guru untuk mengajar dengan efektif karena siswa yang diajar semakin heterogen.

Selarasnya Sistem Pendidikan Yogyakarta Mendorong Kelahiran Inovasi Pendidikan

Ada dua inovasi pendidikan di Kota Yogyakarta yang RISE teliti, yaitu Jam Belajar Masyarakat (JBM) dan Paguyuban Orang Tua. Kedua program ini memperlihatkan keterlibatan yang besar dari orang tua dan masyarakat dalam peningkatan kualitas pendidikan. “Kesadaran masyarakat Yogyakarta atas pendidikan sudah tinggi. Mungkin karena budaya pendidikan di Yogyakarta sudah sejak sebelum Indonesia merdeka. Ada Muhammadiyah, Taman Siswa, dan lain-lain,” tambah Budi Santosa Asrori, Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kota Yogyakarta.

Risa Wardatun Nihayah, peneliti RISE yang memimpin studi ini, menyampaikan bahwa hingga saat ini di Kota Yogyakarta sudah terjadi keselarasan sistem, artinya semua pihak bekerja sama untuk menjaga kualitas di Jogja, mulai dari pemerintah daerah, pihak sekolah, hingga masyarakat dan orang tua. Namun, agar Kota Yogyakarta dapat terus mempertahankan prestasi-prestasinya di pendidikan, tiap pemangku kepentingan dalam sistem pendidikan harus terus belajar, berkolaborasi, dan menyesuaikan dengan perkembangan zaman.

Pendampingan Orang Tua Selama Belajar dari Rumah Mengambil Peran Yang Lebih Besar Lagi Saat Belajar dari Rumah

Dalam presentasinya, Delbert Lim, peneliti RISE yang memimpin studi terkait pandemi COVID-19 dan hasil pembelajaran siswa mengatakan bahwa saat pandemi, kurikulum darurat diberlakukan dan guru pun menyesuaikan pengajaran mereka. “Karena siswa tidak belajar di kelas, orang tua mengambil peran yang lebih besar dalam mendampingi dan mengajarkan siswa di rumah sehingga meskipun terjadi penurunan hasil belajar, tetapi tidak terlalu signifikan, terutama untuk siswa berkemampuan rendah,” jelas Delbert.

Menanggapi hal tersebut, tokoh pendidikan Kota Yogyakarta Dr. H. Khoiruddin Bashori, M.Si. yang juga merupakan Ketua Dewan Pendidikan Kota Yogyakarta menekankan bahwa diperlukan perubahan kebijakan yang radikal, jika melihat kondisi pendidikan Indonesia saat ini. Ia menyarankan, alih-alih berfokus pada peningkatan hasil pembelajaran, sebaiknya kita mulai memerhatikan kemampuan non-akademik, seperti pendidikan karakter. Sebab pengembangan karakter anak tidak kalah penting dibandingkan kemampuan akademik.

 

 

Tentang Program RISE

Program RISE (Research on Improving Systems of Education) adalah inisiatif global berupa penelitian multi-negara berskala besar untuk mendukung peningkatan pembelajaran siswa di seluruh dunia. Program yang dimulai pada 2015 ini merupakan respons terhadap kondisi pendidikan dunia yang sedang mengalami krisis pembelajaran, meskipun angka partisipasi sekolah meningkat hingga 90 persen dalam 25 tahun terakhir.

Program RISE saat ini dilaksanakan di tujuh negara: Ethiopia, Nigeria, India, Pakistan, Tanzania, Vietnam, dan Indonesia. Program RISE di Indonesia dikelola dan dipimpin oleh The SMERU Research Institute yang bekerja sama dengan the Amsterdam Institute for Global Health and Development dan Mathematica. Informasi lebih lanjut tentang Program RISE dapat dilihat di https://riseprogramme.org/ dan tentang Program RISE Indonesia di https://rise.smeru.or.id/

Tentang The SMERU

Research Institute (SMERU) SMERU adalah lembaga independen yang melakukan penelitian dan kajian kebijakan. Ruang lingkup pekerjaan SMERU mencakup berbagai isu sosial-ekonomi, terutama yang berperspektif kemiskinan dan ketimpangan (baca sejarah SMERU di sini). SMERU memiliki lebih dari 20 tahun pengalaman melakukan penelitian yang berfokus pada kemiskinan dan ketimpangan, perlindungan sosial, dan pembangunan manusia di Indonesia. SMERU secara aktif berupaya mendorong kebijakan promasyarakat miskin di tingkat nasional dan daerah melalui bukti berbasis hasil penelitian. Informasi lebih lanjut tentang SMERU dapat dilihat di www.smeru.or.id.